Cerita Harian Seorang Penganut ROKER (Rombongan Kereta) Berdesakan di Commuter Line Depok - Sudirman3/1/2018 Bagi seorang penganut roker (Rombongan Kereta), perjalanan berangkat dan pulang adalah sebuah perjuangan. Kejar-kejaran kereta, tiba-tiba telat dan juga berdesakan dengan penumpang lain sudah jadi makananku. Hari-hari ini memang menguras emosi dan ketabahan. Perjalanan naik commuter line Depok-Sudirman atau sebaliknya serasa begitu panjang bagiku. Yah, setiap hari aku selalu dikejar-kejar waktu menuju stasiun Sudirman. Kantorku di sekitar Kuningan dan setiap pulang kantor aku harus lari-lari kejar-kejaran dengan kereta. Maklum kereta dijadwalkan pukul 16:10. Hari-hari berlalu. Aku bertemu banyak orang dengan berbagai cerita jenaka, sedih dan yang membuat kesal sekaligus. Masuk Gerbong Kereta Sudah Seperti Medan Perang Tidak pagi, tidak siang dan tidak yang lainnya. Waktu-waktu ini selalu menjadi medan perang bagi siapapun. Tidak ada teman dan perasaan kasihan. Semuanya jadi musuh. Bayangkan saja, pukul 16:00 WIB aku sampai di stasiun, berharap kereta datang tepat waktu. Begitu masuk, waw! Aku disambut oleh tumpukan calon penumpang yang siap menyerbu. Hmmm... saat itulah siapkan segala energi untuk berebut pintu masuk biar bisa duduk. Kalau tidak, siap-siap disikut oleh orang-orang tinggi dan juga emak-emak. Intinya nggak ada ampun kalau sudah di fase ini. Apa lagi kalau pagi, percuma deh mau wangi-wangi, kita bakal gesekan dengan banyak orang. Berjubel-jubel dan kadang ini sedikit mengganggu kalau jenis pekerjannya mewajibkan tampil prima. Siap-siap sedia parfum, sisir, makeup dan baju darurat deh. Takut ditengah jalan ada apa-apa. Maksudnya biar kalau masuk kantor bisa tetap prima. Rebutan Tempat Duduk dan Saling Sikut Eits, setelah berhasil masuk gerbong, perjuangannya masih belum selesai. Masih ada beberapa keseruan dan kekesalan yang siap merusak mood di sana. Pernah suatu hari ada orang maksa masuk. Kita sudah di depan didorong hebat hingga kita bersungut-sungut. Tapi yang namanya tipe orang pemaksa, dia ya tetap saja mendorong kita tanpa ampun. Mungkin berharap kalau berhasil masuk bisa duduk. Nah, alih-alih masuk, itu orang malah terpental keluar karena tiba-tiba digeser sekelompok anak muda yang kerjasama dorong-dorongan. Mau ketawa sama sukurin aja waktu itu. Kesel soalnya. Nah, saat itu aku berhasil masuk. Ini kerudung mau rapi susah banget. Serius. Apa lagi dengan postur tubuhku yang kecil dan diampit oleh badan besar. Gesekan dikit saja kerudung mencong sana-mencong sini. Waktu itu, maksud hati mau lari dan lompat ke arah kursi, eh aku malah kejepit oleh ibu-ibu yang badannya besar. Rasanya nggak bisa napas. Padahal tempat duduk kosong deket banget. Gara-gara soal desakan saja, tempat duduk yang cuma beberapa langkah saja langsung gagal aku rebut. Akhirnya aku pasrah aja berdiri di tengah kerumunan dengan badanku yang kecil dan diapit oleh ketiak berkeringat. Susah Masuk Susah Keluar Nggak paham dengan budaya kita ya. Bukannya mau jelek-jelekkan. Tapi kenapa segalanya tidak mau antri dan sabar serta tertip. Kalau berangkat kerja sih aku maklum misalnya mau berdesak-desakkan dan dorong-dorongan. Alasannya takut tidak dapat tempat duduk. Cuma kalau pas turun kereta kenapa harus berjubel lagi dengan orang-orang tinggi dan berkeringat? Serius! Gara-gara hal kayak gini, sering banget penumpang perempuan yang pingsan karena ga kuat berdesakan. Sudah capek, panas, campur keringat ditambah laper, eh berdesakan juga. Akhirnya jatuh pingsan deh. Tapi mau bagaimana lagi, rutinitas ini harus dijalankan setiap hari. Demi sesuap nasi dan sebongkah berlian. Naik motor sih mau aja, tapi ribet dan macetnya ampun banget deh. Tidak kuat sama capeknya.
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. ArchivesCategories |